Selasa, 29 Mei 2012

PELAYANAN KEBIDANAN


Bidan sekarang gocik - gocik ( penakut ) sering  merujuk pasien,  tidak seperti dulu kendel - kendel ( pemberani ). Sedikit- sedikit minta teken ( tanda tangan persetujuan ), teken ini itu, ribet jadinya. Saya mau KB saja harus teken. Jaman mertua saya dulu katanya kog tidak  seperti ini ya? Wes pokoke pasien pasrah bongkokan  ( nurut apa maunya  terserah deh ) sama bu Bidan.
Sementara itu, pada kondisi lain di mana kasus gawat darurat yang membahayakan keselamatan bayi  masih ditemukan keadaan berikut meskipun sudah ada Jampersal, terutama di rumah sakit Swasta: " Tunggu keluarga dulu bu Bidan, suami saya sedang rembugan dengan keluarganya " Atau dalam situasi yang lebih sulit lagi dimana sebenarnya ada harapan hidup dan sehat, lalu menjadi terabaikan. Contoh kasus bayi yang mengalami masalah misalnya kuning 24 jam pertama setelah lahir. Kasus kuning ini seharusnya perlu segera dirujuk  ke tingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Saat di beri penjelasan panjang lebar akibatnya bila  bayi  kuning tidak dirujuk dan  tidk mendapat terapi sinar, pasien ada yang menolak. " Kami bawa pulang saja bu Bidan, mau jemur matahari saja " Si pasien tetap bersikukuh menolak dirawat maupun dirujuk.
Dalam situasi ini, pernyataan tertulis baik  persetujuan tindakan dan penolakan tindakan wajib dikerjakan sebagai prosedur di mana seorang profesional bidan menjalankan tugas dan kewajiban sebagai tenaga kesehatan yang sesuai dengan kompetensinya. Bidan sebagai tenaga paramedis yang berkecimpung dalam pelayanan kesehatan di sepanjang daur kehidupan seorang perempuan bukan sebuah profesi mudah.
Seseorang disebut bidan salah satunya didefinisikan "Seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui oleh pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Republik Indonesia dan memiliki kompetensi dan kualifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktek kebidanan". Melihat ruang lingkup kerja bidan memang cukup luas, bahkan dalam keilmuannya seorang bidan diharuskan menguasai keilmuan mulai dari  kesehatan bayi baru lahir, balita, remaja, wanita usia subur, kehamilan, persalinan, nifas, menyusui, masa interval, menopause, klimakterium, hingga pelayanan  bagi perempuan lanjut usia.
Begitu banyak yang menjadi tugas, tanggung jawab dan peran bidan di tengah masyarakat. Idealnya, diharapkan seorang bidan yang telah berijasah dan mendapat ijin praktek, harus mampu dan profesional dalam menjalankan tugas pelayanan kesehatan tersebut. Menengok kembali beban kerja bidan masa lampau  sangat tinggi, dimana seorang bidan masih  langka dan begitu berarti bila berada ditengah masyarakat terutama di pedesaan.  Berbeda jauh dengan kondisi masa sekarang dimana banyak bidan-bidan dengan latar belakang pendidikan yang sudah Diploma III tersebar diseluruh wilayah Indonesia.
Dalam satu desa kita bisa saksikan ada beberapa BPS (Bidan Praktik Swasta) yang melayani. Akses masyarakat menuju tempat  pelayanan tenaga kesehatan semakin dipermudah. Di sisi lain, pelayanan bidan juga menjadi sorotan masyarakat bilamana tidak sesuai dengan harapan masyarakat tentang layanan kebidanan yang ideal.
Oleh karena itu, seorang bidan sebelum terjun ke masyarakat hendaknya sudah menguasai betul ilmu, etika, hukum, perundang- undangan dan kompetensi kebidanan yang terkait langsung dengan pelayanan kesehatan sesuai tugas dan kewenangan seorang bidan. Mengingat semakin majunya teknologi informasi dan kemudahan masyarakat mengakses  pengetahuan tentang kesehatan juga kebidanan melalui media digital, bidan hendaknya mau membuka  diri untuk terus menerus meng-update pengetahuan terkini di bidang pelayanan kebidanan dan aktif berorganisasi  dalam Ikatan Bidan Indonesia.
Dalam wadah organisasi  Ikatan Bidan Indonesia, seorang bidan akan  mendapatkan akses informasi terbaru tentang banyak hal berkaitan dengan pelayanan kebidanan dan mendapat sosialisasi beberapa kebijakan tugas dan wewenang bidan.  Keterlibatan dan peran serta aktif dalam berorganisasi sangat penting bagi seorang bidan, terutama jika suatu ketika  harus berhadapan dengan tuntutan pasien dalam pelayanan berkaitan dengan hukum dan undang-undang kesehatan. Selain  kemampuan di bidang keilmuan dan peran serta aktif dalam organisasi, seorang bidan dituntut  trampil pula dalm berkomunikasi dengan pasien.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pentingnya informasi dan komunikasi yang baik antara bidan dan pasien yang dilayani. Penjelasan keadaan kesehatan, tujuan, risiko-risiko atau efek samping dari suatu tindakan kebidanan tak jarang terjadi salah pengertian atau salah paham. Pada saat dimana situasi darurat atau kritis saat persalinan, pasien  maupun pihak keluarga seringkali kalut dan bingung sehingga sulit diberi pengertian. Proses persalinan bukanlah seperti ilmu pasti. Ada saat - saat dimana kasus kegawat daruratan muncul ditengah proses persalinan meskipun pada awalnya tampak tidak beresiko.
Maka dari itu, penyuluhan dan penyampaian informasi selama masa kehamilan akan sangat bermanfaat bagi kelancaran proses selanjutnya. Sejak masa kehamilan pasien dan keluarga perlu diberi informasi bahwa dalam pelaksanaan tindakan pelayanan kebidanan perlu pernyataan tertulis dari pihak pasien untuk tindakan tertentu yang bersifat darurat. Semua itu dilakukan setelah pasien mendapat penjelasan mengenai  tujuan, resiko dan akibat.
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi perlunya pernyataan tertulis tersebut, antara lain sebagai sebuah bukti  kesepakatan tertulis antara pihak pasien dan bidan. Bila terjadi tuntutan pasien atas tindakan yang dilakukan pernyataan ini sangat penting. Bidan tidak perlu takut untuk terus melayani namun harus memperhatikan beberapa hal berkaitan dengan sisi rentan profesi bidan terhadap tuntutan hukum dari pihak pasien yang dilayani agar terhindar dari mal praktek.
"Mal praktek  dalam medis adalah akibat kegagalan tenaga medis memenuhi standar pelayanan untuk pengobatan terhadap kondisi pasiennya, atau lemahnya kemampuan atau kelalaian dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang menyebabkan akibat langsung berupa cedera bagi pasien " ( World Medical Association 1992 )
Upaya pencegahan risiko mal praktek tersebut antara lain "seorang bidan harus cermat dalam menentukan diagnosa kebidanan, mewaspadai komplikasi yang dapat terjadi, menjalin kerjasama dan komunikasi yang baik dengan pasien agar mendapat informasi selengkap-lengkapnya tentang data riwayat kesehatan pasien yang dilayani" Seorang bidan juga sebaiknya memahami " kompleksitas dalam pelayanan kebidanan dimana dalam pelayanan medis  apapun sebenarnya merupakan proses yang rumit dan keberhasilan sebuah pelayanan kesehatan maupun penyembuhan sangat dipengaruhi banyak  variabel ".
Jika  pemahaman positif ini dapat diterapkan oleh setiap bidan, semoga tidak perlu muncul dilema saat melayani karena takut akan  proses hukum, tuntutan pasien atau diberitakan di media massa karena kegagalan dalam pelayanan. Di sinilah tantangan bidan untuk dapat memberikan bukan sekedar pelayanan kebidanan rutinitas sesuai teori namun pelayanan kesehatan kebidanan yang  holistik dan profesional sesuai standar operasional prosedur dalam kebidanan. Semoga dukungan dan kerjasama pasien, keluarga dan masyarakat akan dapat membantu keberhasilan pelayanan kita.
Salam hangat untuk sejawat bidan Indonesia.

1 komentar: